LUMAJANG, pelopornews.co.id – Kasus dugaan tindak pidana asusila yang melibatkan seorang oknum guru pembina ekstrakurikuler di Kabupaten Lumajang memasuki babak baru. Pihak kepolisian kini meningkatkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Lumajang telah memeriksa terduga pelaku sebanyak dua kali setelah menerima laporan resmi dari korban.
Pemeriksaan pertama dilakukan pada 7 Mei 2025, diikuti pemeriksaan kedua pada 13 Mei 2025. Dalam kedua pemeriksaan tersebut, terduga pelaku menunjukkan sikap kooperatif dan memenuhi panggilan penyidik.
Kepala Sub Seksi Hubungan Masyarakat (Kasubsi PIDM) Polres Lumajang, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Untoro, membenarkan perkembangan kasus ini melalui pesan singkat.
“Terduga telah hadir saat dipanggil dan menjalani pemeriksaan. Kasus ini berpotensi untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ujarnya.
Untoro juga mengonfirmasi bahwa pemeriksaan kedua telah dilakukan oleh penyidik Unit PPA, Selasa (13/5/2025).
“Benar, terduga datang hari ini dan proses penyidikan sedang berjalan,” tambahnya.
Setelah menjalani pemeriksaan selama beberapa jam, oknum guru tersebut menolak memberikan pernyataan kepada awak media. Sambil berlalu, ia hanya berkata singkat,
“Silakan tanya Bu Angga (penyidik), maaf.”ucapnya singkat
Diketahui, laporan terhadap oknum guru tersebut diajukan atas dugaan tindakan asusila terhadap seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Lumajang.
Sebagai respons terhadap laporan tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang telah mengeluarkan surat resmi tertanggal 11 April 2025 yang memberhentikan sementara oknum guru yang bersangkutan dari seluruh kegiatan ekstrakurikuler, termasuk pembinaan drum band dan kepramukaan.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa oknum guru tersebut berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Lumajang dan aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler di tingkat SMP.
Kasus ini menarik perhatian publik dan berbagai pihak, termasuk pemerhati pendidikan dan perlindungan anak. Posisi pelaku sebagai tenaga pendidik yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung bagi peserta didik menjadi sorotan utama dalam kasus ini. (Sep/Rof)