Jawa Timur

Dugaan Jalur Belakang Pembuatan SIM di Sidoarjo Terkuak, Tarif Fantastis hingga Rp900 Ribu Tanpa Tes Resmi


Penulis : Redaksi Pelopornews

Dugaan Jalur Belakang Pembuatan SIM di Sidoarjo Terkuak, Tarif Fantastis hingga Rp900 Ribu Tanpa Tes Resmi

SIDOARJO – Pelopornews.co.id – jum, at 19 Desember 2025  Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru di Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) Polresta Sidoarjo kembali mencuat dan memantik kegelisahan publik.

Hasil investigasi awak media menemukan indikasi kuat adanya mekanisme “jalur belakang” yang memungkinkan pemohon memperoleh SIM baru secara instan tanpa melalui prosedur resmi, dengan tarif mencapai Rp900 ribu per orang.

Temuan di lapangan menunjukkan pola yang mengkhawatirkan. Sejumlah pemohon mengaku diarahkan untuk menggunakan jasa “orang dalam” agar proses pembuatan SIM berjalan cepat dan dipastikan lolos.

Konsekuensinya, biaya yang harus dibayarkan membengkak jauh di atas tarif resmi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang telah ditetapkan pemerintah.

Lebih ironis lagi, beberapa pemohon menyebutkan bahwa SIM baru dapat diterbitkan tanpa melalui tes kesehatan dan tes psikologi, dua syarat mendasar yang seharusnya wajib dipenuhi oleh setiap calon pemegang SIM. Jika dugaan ini benar, maka praktik tersebut tidak hanya melanggar aturan administrasi, tetapi juga berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan.

Dua narasumber berinisial M dan W mengaku memiliki pengalaman serupa. Keduanya menyatakan harus merogoh kocek sekitar Rp900 ribu untuk pengurusan SIM baru melalui jalur tidak resmi.

“Saya lewat orang dalam, Mas. Katanya kalau perpanjangan Rp350 ribu, tapi kalau SIM baru Rp900 ribu bisa foto langsung jadi, tanpa tes,” ungkap salah satu narasumber kepada awak media.

Narasumber lainnya menambahkan bahwa jalur resmi justru dipersepsikan sebagai proses yang berbelit dan tidak memberikan kepastian kelulusan.

“Kalau lewat jalur depan ribet, Mas Mondar-mandir, tes ini itu, dan belum tentu lolos. Tapi kalau jalur belakang langsung jadi,” ujarnya.

Pengakuan tersebut semakin menguatkan dugaan adanya penyimpangan sistematis dalam pelayanan publik di Satpas Polresta Sidoarjo. Apabila benar terjadi, praktik ini bukan hanya pelanggaran etik oleh oknum tertentu, melainkan ancaman serius bagi keselamatan publik, karena SIM dapat dimiliki oleh pengendara yang belum teruji kompetensi, kesehatan, maupun kondisi psikologisnya.

Padahal, Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. telah berulang kali menegaskan melalui program Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) bahwa pelayanan SIM harus berjalan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), transparan, profesional, dan bebas dari praktik pungli. Dugaan yang terjadi di lapangan ini, jika terbukti, jelas bertolak belakang dengan semangat reformasi pelayanan publik yang selama ini digaungkan oleh institusi Polri.

Gabungan media di Jawa Timur telah melakukan upaya konfirmasi dan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait di wilayah hukum Polresta Sidoarjo, Polda Jawa Timur. Sumber internal menyampaikan bahwa Polri tidak akan mentolerir praktik pungli dalam bentuk apa pun.

“Pungli oleh oknum petugas pelayanan SIM akan ditindak tegas. Mulai dari sanksi disiplin internal Polri berupa teguran, penempatan khusus (patsus), hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sesuai PP Nomor 2 Tahun 2003. Selain itu, terdapat potensi pidana umum apabila terbukti terjadi tindak korupsi karena penyalahgunaan wewenang dan penarikan biaya di luar PNBP. Sanksi bisa bersifat kumulatif, dan masyarakat yang terbukti menyuap juga dapat diproses hukum,” tegas sumber tersebut.

Kasus dugaan pungli ini kini menjadi ujian nyata komitmen penegakan hukum dan integritas pelayanan publik. Publik menanti langkah konkret aparat kepolisian, mulai dari audit menyeluruh terhadap Satpas, penelusuran jaringan “orang dalam”, hingga penjatuhan sanksi tegas kepada oknum yang terbukti bermain.

Lebih dari sekadar slogan, transparansi dan reformasi pelayanan harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum dikhawatirkan akan terus terkikis, dan praktik-praktik serupa akan terus berulang di balik meja pelayanan publik.

(Hendri/ifl)

Leave a Reply

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE