Peristiwa

Tanggapan dan Kecaman Hukum Oleh Advokat Rikha Permatasari Terkait Tewasnya Prada Lucky


Penulis : Redaksi Pelopornews

Tanggapan dan Kecaman Hukum Oleh Advokat Rikha Permatasari Terkait Tewasnya Prada Lucky

Mojokerto, Pelopornews.co.id – Terkait dugaan penyiksaan yang mengakibatkan tewasnya Prada Lucky Chepril Saputra Namo diduga dianiaya senior sesama prajurit TNI di asrama Teritorial Pembangunan 834 Wakanga Mere Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pria berusia 23 tahun itu ternyata baru dua bulan menjadi prajurit TNI. Prada Lucky dilaporkan meninggal dunia pada Rabu (6/8/2025) sekira pukul 10.30 Wita setelah mendapatkan perawatan intensif selama empat hari di Rumah Sakit Umum Aeramo, Nagekeo.

Menurut, Adv. Rikha Permatasari, S.H,M.H.,C.Med.,C.LO menuturkan berdasar dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia
peristiwa dugaan penyiksaan hingga mengakibatkan meninggalnya Prada Lucky merupakan bentuk pelanggaran HAM, khususnya :
– Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 – Hak untuk hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
– Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM – Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights).
– Pasal 33 UU No. 39 Tahun 1999 – Setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.
– Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 5 Tahun 1998.

Proses Hukum Terhadap Semua yang Terlibat
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), tindakan ini dapat dikategorikan sebagai:
– Pasal 338 KUHP jo. Pasal 103 KUHPM – Pembunuhan yang dilakukan oleh militer diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara.
– Pasal 351 KUHP jo. Pasal 103 KUHPM – Penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
– Pasal 422 KUHP jo. Pasal 103 KUHPM – Penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan oleh atasan/senior.

“Seluruh pihak yang terbukti terlibat, baik pelaku langsung maupun yang membiarkan (by omission), mulai dari Perwira, Bintara, hingga Tamtama, wajib diperiksa oleh POMAD dan diadili di Pengadilan Militer,” Ujar Penasihat Hukum Rikha Permatasari, Jumat (8/8/2025).

“Apabila ditemukan unsur kelalaian dalam pengawasan oleh komandan satuan, dapat dikenakan Pasal 128 KUHPM tentang kelalaian yang mengakibatkan akibat fatal,” Imbuhnya.

Adapun Saran dan Pencegahan yakni :
– Reformasi budaya satuan – Hilangkan tradisi kekerasan atau senioritas yang melampaui batas, dengan menegakkan nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit secara konsisten.
– Pengawasan ketat di asrama – Pemasangan CCTV di seluruh area strategis asrama dan ruang kegiatan prajurit.
– Pelatihan anti-penyiksaan – Edukasi HAM bagi seluruh anggota TNI, terutama perwira dan bintara pembina.
– Sistem whistleblower – Mekanisme pelaporan rahasia bagi korban atau saksi tanpa takut represif.
– Evaluasi berkala – Pemeriksaan internal setiap tiga bulan terhadap pembinaan prajurit di tingkat batalyon.

“Kami mendorong agar proses hukum dilakukan secara transparan, tegas, dan tanpa pandang bulu, sehingga dapat memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban dan menjadi pelajaran berharga agar peristiwa serupa tidak terulang” Pungkasnya. (Hardi)

Leave a Reply

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE