Kota Pekalongan, Pelopornews.co.id — Menyikapi sorotan publik terkait pelaksanaan proyek revitalisasi SD Negeri Pringlangu yang bersumber dari APBN sebesar Rp 498.028.981, Kepala Bidang Sekolah Dasar (SD) Dinas Pendidikan Kota Pekalongan, Siti Nur Izzah, memberikan penjelasan resmi, Rabu (05/2025), di ruang kerjanya.
Izzah menegaskan bahwa program revitalisasi sekolah tersebut merupakan program Kementerian Pendidikan dengan skema swakelola, di mana pelaksanaan sepenuhnya dilakukan oleh Panitia Pelaksana Satuan Pendidikan (P2SP).
“Program revitalisasi ini dilaksanakan oleh sekolah melalui P2SP. Anggaran dari kementerian langsung ditransfer ke satuan pendidikan. Skemanya swakelola, jadi tidak boleh melibatkan pihak ketiga dengan alasan apa pun,” jelasnya.
Menurutnya, pihak sekolah telah mengikuti bimbingan teknis (bimtek) di Jakarta sebelum pelaksanaan program dimulai, sehingga aturan teknis sudah disampaikan secara jelas.
“Sudah ada aturan yang mengikat. Sekolah tidak bisa asal-asalan karena sebelum pelaksanaan sudah melalui bimtek di Jakarta,” tambahnya.
Pertanggungjawaban di Kepala Sekolah
Dalam mekanisme ini, Kepala Sekolah bertindak sebagai penanggung jawab penuh.“P2SP dibentuk oleh sekolah dan pertanggungjawabannya langsung pada kepala sekolah,” ujar Izzah.
Adapun mekanisme pencairan dana dilakukan dua tahap: 70% pada tahap pertama dan 30% pada tahap kedua.
Sementara itu, Dani, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana, menyoroti pentingnya aspek keselamatan kerja (K3) dalam proyek tersebut.
“Soal K3, jika dianggarkan maka harus dijalankan. Namun sekalipun tidak tercantum, keselamatan kerja tetap wajib dan menjadi tanggung jawab P2SP,” tegasnya.
Dani juga mengakui bahwa pada awal pelaksanaan, pihak sekolah sempat mengalami kesulitan menentukan tim pelaksana karena harus memenuhi kriteria khusus.
“Memang sempat kesulitan mencari pelaksana. Banyak yang menolak karena pelaksana harus memahami konstruksi. Tidak bisa asal menunjuk,” katanya.
Ia menambahkan bahwa proyek ini turut mendapatkan supervisi dari fasilitator kementerian yang bekerja sama dengan perguruan tinggi.
“Ada fasilitator dari kementerian yang mendampingi langsung ke sekolah,” ungkapnya.
Program revitalisasi dimulai 1 September dan memiliki durasi 120 hari kalender.
“Yang jelas, pelaksana harus paham konstruksi. Tidak boleh asal bisa membangun saja,” pungkas Izzah.
Pernyataan tersebut mempertegas bahwa proyek revitalisasi dengan skema swakelola tidak diperkenankan dipihak-ketigakan sehingga setiap pelanggaran mekanisme dapat berkonsekuensi hukum dan administratif. (Edy)
