Sidoarjo – Pelopornews.co.id – 21 Oktober 2025 Pernyataan tegas Kepala Korlantas Polri, Irjen Pol Agus Suryonugroho, yang pernah menyatakan akan “mengambil tindakan tegas terhadap oknum Polisi Lalu Lintas yang melakukan pungutan liar (pungli)” kembali menjadi sorotan.
Pernyataan tersebut kini diuji oleh berbagai laporan praktik pungli yang justru tidak terjadi di jalan raya, melainkan di pusat-pusat pelayanan resmi seperti SAMSAT, REGIDENT, SATPAS, dan layanan penomoran kendaraan baru.
Berbagai bentuk pungli diduga masih marak terjadi di balik proses administratif yang seharusnya transparan dan terstandar oleh regulasi. Dari mulai pengurusan Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK), nomor cantik, penulisan data kendaraan, hingga pembayaran pajak tanpa KTP, semuanya dilaporkan memiliki “tarif” yang tidak sesuai ketentuan.
Pungli Sistemik dalam Pelayanan STCK dan Kendaraan Baru.
Berdasarkan regulasi resmi, STCK memiliki tarif resmi sesuai PP No. 76 Tahun 2020 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yakni:
Rp25.000 untuk kendaraan roda dua (R2),
Rp50.000 untuk kendaraan roda empat (R4).
Namun faktanya, di lapangan, biaya STCK dilaporkan membengkak hingga 10 kali lipat, tergantung jenis kendaraan dan lokasi dealer. Beberapa contoh tarif yang dikeluhkan masyarakat antara lain:
Rp350.000 untuk mobil pribadi,
Rp500.000 untuk kendaraan truk,
Rp250.000 untuk motor besar.
Semua transaksi ini disebut dilakukan secara rutin melalui pihak dealer dan Biro Jasa (BJ), yang kemudian menyetor langsung ke loket STNK Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Timur.
Apabila benar bahwa masing-masing dealer menyerahkan ratusan STCK per bulan, maka potensi aliran dana yang tidak tercatat secara resmi bisa mencapai miliaran rupiah per bulan, hanya dari wilayah Jawa Timur yang memiliki 38 Polres.
Keluhan Warga: Blokir Kendaraan Dikenakan Biaya di Tengah Program Pemutihan.
Tidak hanya STCK, pungli juga dilaporkan terjadi dalam proses lain, seperti pembukaan blokir kendaraan. Berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi di lapangan, salah satu loket Samsat Sidoarjo Kota menjadi sorotan akibat keluhan warga.
Beberapa temuan dari laporan masyarakat, antara lain.
Biaya membuka blokir kendaraan roda empat mencapai Rp850.000, dan untuk roda dua Rp350.000.
Padahal saat itu sedang berlangsung program pemutihan, yang seharusnya membebaskan atau meringankan biaya administratif.
Tak berhenti di situ, warga juga mengaku dikenakan tarif tambahan untuk pengurusan pajak tanpa KTP pemilik, sebesar.
Rp185.000 untuk roda empat.
Rp125.000 untuk roda dua.
Kasus serupa juga ditemukan dalam proses perpanjangan pajak lima tahunan tanpa BPKB asli (yang digantikan dengan surat keterangan dari leasing atau bank), dengan tarif tambahan yang dilaporkan mencapai.
Rp1.800.000 untuk kendaraan roda empat.
Rp1.300.000 untuk kendaraan roda dua.
Pakar: Memperjualbelikan Wewenang Adalah Tindak Kejahatan.
Pengamat Kepolisian dari Surabaya, Dr. Didi Sungkono, S.H., M.H., menegaskan bahwa setiap tindakan pemungutan uang di luar ketentuan PNBP adalah pemerasan yang melanggar hukum.
> “Oknum polisi yang memperjualbelikan kewenangan, tidak amanah, itu bukan polisi, tapi penjahat berbaju polisi,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa ASN dan anggota POLRI sudah digaji negara menggunakan uang pajak rakyat. Maka, meminta uang tambahan di luar ketentuan resmi merupakan pelanggaran terhadap.
UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR).
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, dan
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.
Respons Pihak Kepolisian: Belum Ada Tanggapan Resmi.
Hingga berita ini diterbitkan, Kasi STNK Polda Jawa Timur, Kompol Juwita Kusuma Dewi, S.I.K., M.Si., belum memberikan klarifikasi atas berbagai laporan tersebut. Pesan yang dikirimkan kepada beliau masih belum dijawab.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Abast, hanya memberikan pernyataan singkat.
> “Terima kasih mas, atas infonya.”
Tanggapan tersebut dinilai belum cukup untuk menjawab keresahan masyarakat yang selama ini terkesan “dipaksa membayar” atas pelayanan publik yang seharusnya terjangkau, terbuka, dan bebas pungli.
Polri dan Sikap Terbuka terhadap Kritik
Sebagai institusi negara yang berada di garda depan penegakan hukum dan pelayanan publik, Polri tidak boleh antikritik. Apalagi dalam era keterbukaan informasi, pers tidak boleh dikriminalisasi hanya karena mengungkap kebenaran atau menyuarakan suara rakyat.
Jika dugaan praktik pungli ini bersifat sistemik dan melibatkan jaringan internal maupun eksternal di lingkup POLANTAS, maka reformasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan Regident dan Samsat harus segera dilakukan. Integritas dan profesionalitas aparat lalu lintas kini menjadi taruhan besar di mata publik.
(Hendrik/ifl)