Lubuklinggau, Pelopornews.co.id – Dugaan pemerasan oleh oknum manajemen pusat perbelanjaan JM Kota Lubuklinggau mencuat setelah adanya laporan dari salah satu mantan karyawan, Jumat (29/8/2025).
Mir, mantan karyawati JM, mengungkapkan bahwa awalnya ia diterima sebagai karyawan magang. Namun karena alasan kesehatan, ia memutuskan mengundurkan diri. Keputusan itu justru diduga dimanfaatkan pihak manajemen dengan menahan ijazahnya dan meminta uang sebesar Rp2 juta sebagai syarat pengambilan.
HRD JM Lubuklinggau, Pahris, menyebut uang Rp2 juta tersebut sebagai denda (penalty) bagi karyawan yang memutuskan kontrak kerja lebih awal. Ia menegaskan ijazah tidak dapat diambil sebelum denda dibayarkan.
Pihak keluarga Mir yang diwakili Bambang telah berusaha bernegosiasi dengan manajemen, namun gagal.
“Kami sudah meminta ijazah adik kami dikembalikan, tetapi pihak JM bersikeras menahannya sampai uang Rp2 juta dibayarkan,” tegas Bambang.
Menurutnya, penahanan ijazah bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/5/HK.04.00/V/2025 yang secara tegas melarang perusahaan menahan ijazah karyawan dengan alasan apapun.
Bambang bersama keluarga dan relawan media Silampari Centre berencana menempuh langkah hukum, di antaranya:
-
Melaporkan pelanggaran kontrak kerja yang bertentangan dengan surat edaran Menaker dan Gubernur Sumsel.
-
Melaporkan dugaan pemerasan ke aparat penegak hukum.
-
Menggalang aksi demonstrasi sebagai bentuk solidaritas.
Sementara itu, Ketua FPKPPM DPW Sumsel, Deska Efriyanto, menegaskan penahanan ijazah karyawan bisa dikenai sanksi pidana, perdata, maupun administratif.
“Jika terbukti ada unsur pemerasan, perusahaan bisa dijerat Pasal 368 KUHP dengan ancaman pidana penjara,” jelasnya.
Disnaker Lubuklinggau melalui Heni, bidang mediator, juga menegaskan bahwa kontrak kerja yang mensyaratkan penahanan ijazah batal demi hukum karena bertentangan dengan regulasi.
“Aturannya sudah jelas, perusahaan dilarang menahan ijazah atau dokumen pribadi pekerja,” tegasnya.
(af)