Batu, Pelopornews.co.id – Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo, kawasan konservasi seluas 27.800 hektar yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur melalui UPTD Tahura Raden Soerjo, menjadi salah satu aset penting provinsi ini dalam menjaga kelestarian lingkungan sekaligus mendukung pariwisata berbasis alam.
Pada acara forum “Pencegahan dan Mitigasi Bencana bersama Pokja Wartawan dengan tema Jurnalis Tangguh Bencana yang digelar oleh BPBD Prov Jatim pada 29-30 Juli 2025 di Cangar, Batu. Kadishut Prov Jatim Dr. Ir. Jumadi, M.MT melalui Kepala Seksi Perencanaan Pengembangan dan Pemanfaatan di UPT Tahura Raden Soerjo Sadrah Devi menyampaikan bahwa Kawasan ini resmi ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan sejak tahun 2002. Nama Raden Soerjo diambil sebagai bentuk penghormatan kepada Gubernur pertama Jawa Timur.
“Ini bentuk penghargaan bagi beliau yang berjasa dalam sejarah provinsi ini,” ungkap Sadrah Devi, Kepala Seksi Perencanaan, Pengembangan, dan Pemanfaatan di UPTD Tahura Raden Soerjo Rabu (30/7).
Salah satu destinasi unggulan dalam kawasan ini adalah Pemandian Air Panas Cangar, yang menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga Rp4-5 miliar setiap tahun. “Setiap tahunnya, sekitar 200 ribu wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, mengunjungi Cangar,” ujar Devi.
Lanjut Sadrah Devi bahwa Secara geografis, Tahura ini mencakup area pegunungan yang indah seperti Gunung Arjuno, Gunung Welirang, dan Pegunungan Anjasmoro, dan terletak di wilayah lima kabupaten serta satu kota, yakni Kabupaten Malang, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Kediri, dan Kota Batu.
“Setidaknya ada 153 sumber mata air yang dimanfaatkan oleh lebih dari 40 ribu kepala keluarga di sekitar kawasan. Ini menunjukkan pentingnya peran Tahura sebagai penjaga ketahanan air bagi masyarakat,” kata Devi.
Sadrah Devi menambahkan Selain bentang alam dan kekayaan air, Tahura juga menjadi habitat satwa liar, termasuk satwa endemik seperti lutung, elang, burung rangkong, kijang, trenggiling, dan bahkan macan tutul.
Namun, keanekaragaman hayati ini menghadapi ancaman serius. Perburuan liar masih terjadi, dengan modus mulai dari penggunaan jaring hingga senapan api.
“Bahkan kami menemukan jaring burung sepanjang satu kilometer. Ini sangat membahayakan, belum lagi ancaman kebakaran akibat api unggun yang ditinggal pemburu,” jelas Devi prihatin.
Dirinya menambahkan bahwa Tahura Raden Soerjo tidak hanya menjadi kawasan konservasi, tetapi juga pendorong ekonomi lokal. Hingga kini, sudah ada beberapa desa yang berkolaborasi dengan Tahura dalam pengembangan desa wisata, antara lain di kawasan Sumber Brantas, Pacet, Kemiri, hingga Nawangan.
“Kami bekerja sama dengan masyarakat dalam penyediaan lahan parkir, homestay, warung, hingga pemandu lokal. Dampak ekonominya sangat signifikan bagi warga sekitar,” ujar Devi.
Total, terdapat 14 titik wisata yang dikelola di dalam kawasan Tahura, menjadikannya destinasi alam yang mudah diakses dan murah bagi masyarakat luas.
Di bidang energi, Sadrah Devi melanjutkan bahwa kawasan Tahura juga dirancang untuk pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber pembangkit listrik. Program ini merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) dan saat ini masih dalam tahap penyusunan dokumen lingkungan.
“Penunjukan proyek dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM. Area pengembangannya sudah kami siapkan,” tutup Devi.
“Dengan keanekaragaman hayati, potensi wisata alam, nilai historis, serta dukungan pada pemberdayaan ekonomi lokal, Tahura Raden Soerjo menjadi contoh nyata bagaimana kawasan konservasi bisa dikelola secara multifungsi: menjaga lingkungan, mendukung budaya, dan memperkuat kesejahteraan masyarakat sekitar” Ungkap Sadrah Devi. (Ad/Red)