Kota Pekalongan, Pelopornews.co.id — Audiensi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhyaksa mendampingi para pedagang terhadap pengurus dan manejemen Koperasi Pengusaha Batik Setono (KPBS) Kota Pekalongan berakhir dengan kisruh.
Pasalnya bermula tentang naiknya tarif sewa kios yang secara tiba-tiba naik tanpa ada musyawarah kepada para pedagang, lalu ketika audiensi salah satu wartawan Bidik Nasional juga mendapatkan sebuah ancaman serta dilarang untuk mendokumentasikan atau meliput kegiatan tersebut.
Sementara itu, M Slamet ketua SWI (Sekber Wartawan Indonesia) Pekalongan Raya menanggapi dengan adanya kejadian tersebut mengecam atas tindakan oknum pengurus Koperasi Pengusaha Batik Setono yang sewenang-wenang atas tindakannya yang dinilai arogansi dan menghalang halangi tugas pokok wartawan untuk meliput dengan dugaan menyalahi Undang-undang No.40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sabtu (15/6/2024).
Kejadian bermula awal pembukaan acara muncul suara lantang “jangan Vidio atau foto-foto oleh beberapa anggota koperasi” ,dan insiden itu ditambah teriakan anggota lain pengurus KPBS (Koperasi Pengusaha Batik Setono) yang mengaku merupakan konsultan koperasi tersebut,
Dengan sangat lantang melarang sambil menghampiri dan bahkan membentak di suruh untuk menghapus foto maupun vidio yang sudah terekam dalam handpone (HP) “mumpung ada bapak-bapak dari penyidik kepolisian tangkap itu” (sambil menirukan bahasa ancaman tersebut).
Tak hanya itu, dari informasi yang di dapat, bahwa polisi yang menjaga jalannya klarifikasipun menjadi sasaran kemarahan dari oknum anggota pengurus KPBS tentunya hal ini sangat miris.
Selanjutnya, DK yang berprofesi sebagai wartawan Bidik Nasional ketika ditemui dirumahnya membeberkan kronologi kejadian tersebut kepada beberapa rekan media.
“Saat saya dan kawan-kawan media lainnya memasuki ruangan sekitar pukul 10:00 WIB, pada Rabu lalu tanggal 12/06/2024 dan mulai foto juga Videokan jalannya klarifikasi tiba-tiba ada teriakan keras nan lantang menghentikan saya dan kawan media lain untuk menghentikan kegiatan dalam mendokumentasikan jalannya klarifikasi.
Sempat adu mulut yang di saksikan banyak orang, oknum itu dengan ketus mengatakan bahwa siapapun tidak boleh mengambil foto maupun video dan menyuruh penyidik kepolisian segera menangkap,” terang DK, Jum’at siang (14/06/2024).
“Ketika saya mencoba memberi penjelasan bahwa saya adalah wartawan, oknum anggota pengurus KPBS tetap ngotot dan tetap tidak memperbolehkan untuk mengambil foto dan video. Bahkan malah mengancam, bahwa siapapun yang menulis di media tak sesuai akan di laporkan akan mengambil langkah hukum, dan bahkan polisi yang berjaga pada saat itu juga kena semprot untuk tidak melakukan foto dan vidio, ini sangat miris,” kata Dk
Lanjut, DK juga menceritakan dalam hal ini kepolisian juga di semprot di depan umum tanpa sebab, tanpa diketahui apa kesalahannya dan diminta harus menghapus foto dan vidio yang sudah terdokumentasi dan dirinya sebagai media massa menjadi bagian empat pilar demokrasi melihat itu sangat bersedih, karena arogansi dari oknum yang tidak bertanggung jawab.
Perlu diketahui, bahwa kedatangan dirinya kesana atas undangan LBH Adhyaksa untuk mengawal klarifikasi yang di lakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhyaksa dan masyarakat pelaku usaha yang terzalimi karena naiknya pajak sewa ruko tanpa musyawarah.
“Tentunya, diundang ataupun tidak diundang sesungguhnya sebagai jurnalistik tentu pasti meliput dan sebagai LBH kami juga harus datang untuk membantu masyarakat disaat lagi dalam kesusahan untuk memperjuangkan keadilan”ujar Didik Pramono
Dari kejadian tersebut dirinya dan DK serta kawan-kawan media lain berkomitmen akan melakukan pengawalan sampai ada keadilan kepada para pedagang.
“Saya bukan jaelangkung yang datang tak di undang dan pulang pun tak di antar, saya wartawan yang kompetensinya yang sudah lulus UKW (Uji kompetensi Wartawan) yang jelas dalam jurnalistik dan media saya sudah terverifikasi Dewan Pers, Empat pilar demokrasi salah satunya setelah Eksekutif, Legeslatif dan Yudikatif adalah saya selaku media massa,” jelasnya.
Disisi lain, dikutip pada saat hari Pers Nasional pada tanggal 9 Februari 2024 juru bicara Wapres Masduki Baidhowi melalui siaran pers berpesan kepada pers Indonesia untuk terus menjaga peran dan fungsinya sebagai kekuatan keempat dari empat pilar demokrasi, sebagai pilar keempat demokrasi.
Saat itu Jubir dari Wakil Presiden juga mengharapkan pers Indonesia terus menjalankan peran dan fungsinya sebagai control sosial, memperkuat demokrasi, turut mencerdaskan kehidupan bangsa, serta berperan dalam upaya menegakan supremasi hukum.
Terpisah, Ditambahkan Slamet Ketua DPD SWI (Sekber Wartawan Indonesia) Pekalongan mengatakan, perbuatan model diktator atau penguasa yang dzalim main ancam, itu telah mengganggu kenyamanan wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik dan bisa dikategorikan menghalangi kerja wartawan.
Tentunya dari hal yang sudah dilakukan harus mendapatkan ganjaran yang setimpal sesuai undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers di atur dalam pasal 18 ayat (1) yang berbunyi “Dengan demikian, seseorang yang dengan sengaja menghambat dan menghalangi tugas wartawan otomatis melanggar ketentuan pasal tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah”tambahnya.
“Semoga Polisi bertindak profesional dalam penanganan kasus ini,agar segera para pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku memberikan efek jera bagi para pelaku,” tandasnya. (Edy/Di)
