DKI Jakarta, Pemerintahan

Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik Indonesia


Penulis : Redaksi Pelopornews

Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik Indonesia

Pelopornews.co.id, — Jakarta– Ditengah hiruk pikuk Pilkada serentak Nasional. Pada Tahun 2023 ini, Masa Jabatan sejumlah Kepala Daerah di Indonesia, mulai Bupati, Wali Kota hingga Gubernur akan berakhir. Untuk Gubernur 17 orang, Bupati 115 dan Wali Kota sebanyak 38. Sehingga total keseluruhan sebanyak 170 Kepala Daerah turun dari singgasana kekuasaan sebelum Percaturan Politik 2024.

Desain Mekanisme Pilkada serentak Nasional dalam Regulasi, tidak memungkinkan pertempuran Kepala Daerah aktif. Kepala Daerah mereka akan di ganti oleh Penjabat yang di Tunjuk oleh Menteri, untuk Bupati/Walikota dan Gubernur di Tunjuk oleh Presiden. Gubernur, Bupati dan Wali Kota tersebut tidak bisa mengikuti Pilkada di Tahun 2023. Pasalnya, perubahan sistem menjadi Pemungutan Suara Serentak Nasional pada bulan November 2024.

Legitimasi eksistensi pelaksanaan Pilkada Serentak Nasional pada Tahun 2024, merupakan Amanat Norma Pasal 201 Ayat (8), yang termaktub secara Eksplisit dalam Undang-undang Nomor: 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Ketentuan Pasal 201 Ayat (5) tersebut menyebutkan, bahwa “Pemungutan Suara Serentak Nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”.

Sementara prosedur aturan main (Rule of The Game) tentang berakhir Masa Jabatan 170 Kepala Daerah, diatur dalam ketentuan Norma Pasal 201 Ayat ( 5) yang menyebutkan, bahwa “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil dari Pemilihan Tahun 2018 Menjabat sampai dengan Tahun 2023”.

Pasal 201 Undang-undang Pilkada menjadi Legal Matriks bagi organ Negara DPR, Pemerintah, KPU dan Bawaslu sepakat Pemungutan Suara Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta anggota DPD RI dilaksanakan pada hari Rabu, Tanggal 14 Februari 2024.

Sedangkan Pemungutan Suara Serentak Nasional dalam Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dilaksanakan pada hari Rabu, Tanggal 27 November 2024.
Berdasarkan aturan Hukum yang telah berlaku, maka Pemungutan Suara Pemilu, dan Suara Serentak Nasional tetap dijalankan sesuai dengan Tahapan dan Jadwal diatas.

Namun, menariknya, dari 17 Gubernur diatas yang berakhir Masa Jabatan, terdapat Empat orang yang tidak menjabat sampai Lima Tahun, terhitung sejak tanggal Pelantikan. Yaitu, diantaranya Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur), Syamsuar ( Gubernur Riau), Murad Ismail (Gubernur Maluku), dan Abdul Gani Kasuba (Gubernur Maluku Utara).

Baik Khofifah Indar Parawansa, Syamsuar, Murad Ismail, maupun Abdul Gani Kasuba merupakan Gubernur hasil Percaturan Politik Pilkada Tahun 2018 di Provinsi masing-masing. Namun, ke Empat Gubernur itu baru Dilantik pada Tahun 2019, sehingga mestinya mereka menjabat selama Lima Tahun dan masa jabatannya berakhir di Tahun 2024.

Hal ini, sesuai ketentuan norma Pasal 162 Ayat (1) Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 2016 dan Pasal 60 Undang-undang Nomor: 23 Tahun 2014. Pasal 162 Ayat (1 ) Undang-undang Pilkada menyebutkan, bahwa “Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 Ayat (1) memegang Jabatan selama 5 (Lima) Tahun, terhitung sejak tanggal Pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam Jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali Masa Jabatan”.

Itu sebabnya, Gubernur Maluku Murad Ismail dengan percaya diri berdalil tetap menjabat sampai Tahun 2024. Sayangnya, ia Berargumentasi Hukum tanpa Memahami Aturan dan Perubahan Sistem Pemilu, yang berlaku di Undang-Undang Pilkada, terkait dengan Masa Jabatan Kepala Daerah dan Pemungutan Suara Serentak Nasional.

Sebagai Pejabat Publik memproduksi suatu informasi di ruang publik, harus Paham Esensi Aturan Hukum yang berlaku, agar tidak Kontradiktif,” pungkasnya.

(Red/Bertus).

Leave a Reply

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE