Pekalongan , Pelopornews.co.id — Praktisi hukum DPC IKADIN Yusub Ahmad, SHI,MH, Pekalongan Raya angkat bicara terkait polemik bantuan ternak kambing di Desa Menjangan, Kecamatan Bojong, yang bersumber dari bantuan provinsi tahun 2024 .
Kamis (23/01/2024)
Dalam keterangannya Yusub Ahmad menjelaskan Peternak penerrima manfaat bantuan hibah tidak boleh menjual hewan ternak bantun hibah dari Pemerintahan karena bisa terkena Sanksi Pidana penyelewengan bantuan hibah, apabila terbukti hewan ternak tersebut dijual karena hal tersebut masuk kategori merugikan negara sebagaimana tindak pidana korupsi, sebab dalam Fakta Integritas yg ditandatangani oleh penerima hibah dgn pemerintah adalah bahwa hewan tidak boleh dijual dengan alasan apapun .
” Bila mana hewan ternak tersebut mati maka harus ada berita acaranya dan bukti foto serta saksi yg melihat dan apabila terbukti dijual maka peternak harus mengganti hewan ternak yg sama, di sampaikan bahwa Peternak penerima manfaat boleh menjual hewan ternak ketika sudah beranak dan induknya harus tetap dirawat .” Ujar Yusuf
Ditambahkan bahwa aturan kesepakatan yg sudah ditandatangani dalam fakta integritas ini bersifat final tidak boleh dilanggar apabila terbukti peternak atau siapapun yg menjual mengalihkan bantuan hibah tersebut maka bila di laporkan akan terkena sangsi hukum .
“Hal tersebut diatas sudah diatur dalam undang-undang KUHP Adapun orang yang melanggar Pasal 2 UU 31/1999 jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 dapat dipidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar, Sedangkan orang yang melanggar Pasal 3 UU 31/1999 jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun, dan/atau denda minimal Rp50 juta atau maksimal Rp1 miliar .” Pungkasnya
Selanjutnya secara terpisah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Masyarakat Sipil (Formasi) Kabupaten Pekalongan, Mustadjirin, turut prihatin dan sangat mengecewakan dengan kejadian tersebut .
“Saya sangat menyayangkan adanya skandal bantuan peternakan di Desa Menjangan. Anggota kelompok tidak dilibatkan, dana bahkan dipangkas hingga 10 persen oleh aspirator, dan bantuan ini diduga tidak tepat sasaran.
Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 67 Tahun 2016, perangkat desa dilarang menjadi pengurus atau anggota kelompok tani atau ternak. Jika ini terjadi, mereka harus memilih antara menjadi perangkat desa atau menjadi pengurus kelompok. Skandal ini jelas merupakan pelanggaran hukum,” tegas Mustadjirin.
Ia juga mengkritik keterlibatan perangkat desa dalam pengelolaan bantuan tersebut, Sekretaris Desa (Sekdes) Menjangan Taufiq Akbar, diketahui menjadi anggota kelompok penerima bantuan ternak.
Hal ini menurut Mustadjirin, melanggar aturan yang tertuang dalam Permentan No. 67 Tahun 2016. Lebih lanjut, Mustadjirin juga menyoroti peran Mari’in, perangkat desa sekaligus bendahara desa, yang diduga mengelola anggaran kelompok penerima bantuan ternak.
“Perangkat desa tidak boleh terlibat dalam kelompok penerima bantuan, apalagi dalam posisi strategis seperti bendahara. Saya meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas kasus ini karena jelas merugikan keuangan negara,” tambahnya.
Dugaan lainnya adalah adanya potongan dana sebesar Rp8 juta yang disebut sebagai “fee aspirasi”. Waryono mengaku mengetahui keberadaan potongan tersebut, namun kembali menegaskan bahwa dirinya tidak pernah terlibat langsung dalam pengelolaan uang bantuan.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan diharapkan dapat segera ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum untuk memastikan transparansi serta menindak pelaku yang terlibat dalam dugaan penyimpangan bantuan ternak di Desa Menjangan.(FF/Edy)